Komunikasi kelompok
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan sehari-hari. Kelompok primer maupun
sekunder adlah wahana untuk mewujudkan keinginan berbagi informasi. Didalamnya
memiliki dua ciri yaitu norma dan peran. Norma merupakan persetujuan terhadap
bagaimana orang-orang dalam suatu kelompok berperilaku. Terdapat 3 norma yaitu
: norma sosial, procedural, dan tugas. Sedangkan peran merupakan pola perilaku
yag diharapka dari setiap anggpta kelompok. Dua fungsi peran dalam kelompok
yaitu : fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan.
Pengertian Komunikasi
Kelompok.
Michael Burgoon &
Michael Ruffer dalam bukuya Human Communication, A Revision Of Approaching
Speech/Communication, member batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi
tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud atau tujuan
yang dikehendaki seperti berbagi informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan
masalah sehingga semua anggota dapat membubuhkan karakteristik pribadi anggota
lainnya dengan akurat (the face-toface interaction of three or more
individuals, for a recognized prupose such as information sharing, self
maintenance, or problem solving, such that the members are able to personal
characteristics of the other members accurately). Tersappat empat elemen dalam
definisi tersebut, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang terlibat
dalam intraksi, maksud dan tujuan yang dikehendaki, dan kemampuan anggota untuk
dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Face to face
communication berarti anggota kelompok harus dapat melihat dan mendengar
anggota lainnya dan harus dapat mengatur feedback secara verbal atau non verbal
kepada setiap anggotanya. Jumlah partisipan dalam komunikasi kelompok berkisar
antara 3-20 orang, jika melebihi 20 orang, memungkinkan kurangnya suatu
interkasi yang cukup baik secara merata untuk semua anggota kelompok. Maksud
dan tujuannya akan membawa beberapa tipe identitasi kelompok. Jika tujuanya
berbagi informasi, maka yang dimaksud menanamkan pengetahuan (to impart
knowledge). Jika tujuannya pemeliharaan diri (self-maintenance), lebih
memusatkan perhatiannya pada anggota kelompok atau struktur dari kelompok
tersebut. Elemen terkahir bermakna bahwa setiap kelompok secara tidak langsung
berhubungan satu sama lain, maksud dan tujunnya juga telah terdefinisikan
dengan jelas.
Ronald Adler &
George Rodman dalam bukunya Understading Human Communication “Kelompok atau
grup merupakan sekumpulan kecil orang yang saling berinteraksi, biasanya tatap
muka dalam waktu yang lama guna mencapau tujuan tertentu”. Terdapat 4 elemen
dari definisi diatas yaitu : Interaksi, waktu, ukuran dan tujuan. Interaksi
penting untuk melihat perbedaan antara kelompok dengan istilah Coact, yaitu
sekumpulang orang yang secara serentak terikat dalam aktivitas yang sama namun
tanpa komunikasi satu sama lainnya. Waktu, sekumpulan orang yang berinteraksi
untuk jangka waktu yang singkat, tidak dapat digolongkan secara kelompok yang
memiliki karakteristik jangka waktu yang panjang. Ukuran/jumlah partisipan. Ada
yang member 3-8 orang, 3-15 dan 3-20 orang. Untuk mengatasi perbedaan tersebut,
muncul konsep Small-ness. Kuantitas tidak diperlukan selama anggota mampu
mengenal, member reaksi, melihat atau mendengar anggota lainnya.
Memahami Komunikasi
dalam Kelompok.
Terdapat tiga tipe
kelompok, yaitu :
1) Learning Group :
Peningkatan pengetahuan atau kemampuan masing-masing anggotanya.
2) Growth Group : Membantu
para anggota kelompok mengidentifikasi dan peduli terhadap permasalahan pribadi
yang dihadapi.
3) Problem Solving
Group : Memecahkan persoalan bersama yang dihadapi dalam kelompok.
Kewenangan tanpa diskusi,
opini ahli, otoritas setelah diskusi dan kesepakatan merupakan metode
pengambilan keputusan yang dilakukan dalam suatu kelompok. Dari keempat metode
tersebut, tidak ada satu metode yang lebih unggul dari metode lainnya, artinya
metode pengambilan keputusan yang paling efektif bergantung pada jumlah waktu
yang tersedia, pentingnya keputusan yang akan dibuat dan kemampuan yang
dimiliki pemimpin kelompok.
Kepemimpinan merupakan
salah satu peran yang penting dalam interaksi kelompok karena kepemimpinan ini
akan menentukan kuantitas dan kualitas komunikasi dalam kelompok. Hasil dari
tujuan kelompok dan keselarasan dalam kelompok. Ada delapan fungsi kepemimpinan
menurut Burgoon, Heston dan McCroskey, yaitu :
1)
Fungsi inisiasi : Dalam fungsi ini, seorang pemimpin perlu mengambil
prakarsa untuk menciptakan gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas
pemimpin yang memberi pengarahan ataupun menolak gagasan-gagasan dari anggota
kelompoknya yang dinilai tidak layak. Inisiatif dalam artii menciptakan ataupun
menolak ide-ide baru baik yang berasal dari pimpinan itu sendiri ataupun dari
anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan, sebab pemimpin mempunyai tanggung
jawab yang lebih besar terhadap keberadaan atau eksistensi kelompok yang
dipimpinnya, disamping itu yang lebih penting adalah tanggung jawab untuk
terlaksananya tujuan-tujuan kelompok.
2)
Keanggotaan : Salah satu bagian
dari perilaku seorang pemimpin adalah memastikan bahwa dirinya juga merupakan
seorang anggota kelompok. Perilaku tersebut dijalankannya dengan cara
meleburkan atau melibatkan dirinya dalam kelompok serta melakukan aktivitas
yang menekankan kepada interaksi informal dengan anggota kelompok lainnya.
3)
Representasi : Seorang pemimpin tidak jarang harus
melindungi dan mepertahankan para anggotanya dari ‘ancaman-ancaman’ yang
berasal dari luar, inilah makna dari fungsi perwakilan dalam kepemimpinan
kelompok. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan
menjadi wakil atau juru bicara kelompok di hadapan kelompok lainnya.
4)
Oganisasi : Dalam fungsi ini tanggung jawab terhadap hal-hal yang
bersangkut paut dengan persoalan
organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota kelompok lainnya.
organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota kelompok lainnya.
5)
Intergrasi : Seorang pemimpin
perlu mempunyai kemampuan untuk memecahkan ataupun mengelola dengan baik
konflik yang ada dan muncul di kelompoknya. Dengan bekal kemampuan tersebut
diharapkan seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang kondusif untuk
tercapainya penyelesaian konflik yang dapat memberikan kepuasan kepada semua
anggota kelompok.
6)
Menajemen informasi
internal : Pimpinan pada suatu waktu tentu harus memberi sarana bagi berlangsungnya
pertukaran informai ini di antara para anggotanya dan juga mencari
masukan-masukan tentang bagaimana sebaiknya kelompoknya harus merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi program kerjanya, inilah hasil penting dari
fungsi manajemen informasi internal yang perlu ada dalam kepemimpinan kelompok.
7)
Penyaringan
(gatekeeping) : Dalam fungsi ini, seorang pemimpin bertindak sebagai pemyering sekaligus
manajer bagi informasi yang masuk dan keluar dari kelompok yang dipimpinannya.
Fungsi tersebut dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi terjadinya konflik di
dalam kelompok ataupun dengan kelompok lain, karena informasi yang ada dalam
kelompok tersebut telah terseleksi.
8)
Fungsi Imbalan :
Terakhir,
dalam fungsi imbalan atau ganjaran, pemimpin melakukan fungsi evaluasi dan
menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini dilakukan pimpinan melalui
imbalan-imbalan materi seperti peningkatan gaji, pemberian kenaikan pangkat
jabatan, pujian ataupun penghargaan. Banyak anggota kelompok sangat sensitif
terhadap kekuatan imbalan dari pimpinannya, sehingga pkerjaan ataupun tugas
yang dilakukannya diarahkan untuk memperoleh imbalan tersebut.
Gaya dalam
Kepemimpinan Kelompok.
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat
atau derajat pengendalian yang digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap
para anggota kelompok (the degree of control a leader exercise and his
attitudes toward group members). Gaya kepemimpinan dalam kelompok ini bisa
dibagi dalam lima ciri, yaitu:
1)Authoritarian.
Dalam gaya authoritarian ini, seorang pemimpin adalah seorang pengendali (controler). Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah. Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian ini, biasanya menyandarkan diri pada aturan-aturan, monopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari anggota lainnya. Kelompok yang menggunakan gaya kepemimpinan ini memiliki kemungkinan terorganisasi dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi (internal reletionship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang dan antagonistik.
Dalam gaya authoritarian ini, seorang pemimpin adalah seorang pengendali (controler). Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah. Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian ini, biasanya menyandarkan diri pada aturan-aturan, monopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari anggota lainnya. Kelompok yang menggunakan gaya kepemimpinan ini memiliki kemungkinan terorganisasi dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi (internal reletionship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang dan antagonistik.
2)Bureaucratic.
Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik, pimpinan bertindak sebagai pengawas atau sepervisor dan mengkoordinasikan aktivitas kelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah ‘organisasi’, bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya authoritarian. Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan sosial sebagai hal yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak memperhatikan persoalan-persoalan antarpribadi yang dihadapi para anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran tertulis secara resmi. Kelompok yang memakai gaya kepemimpinan ini akan lebih produktif sebab segala sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada kecenderungan dari anggota kelompok untuk bersikap apatis.
Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik, pimpinan bertindak sebagai pengawas atau sepervisor dan mengkoordinasikan aktivitas kelompok. Pedoman dari gaya kepemimpinan ini adalah ‘organisasi’, bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada dalam gaya authoritarian. Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan sosial sebagai hal yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak memperhatikan persoalan-persoalan antarpribadi yang dihadapi para anggotanya. Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran tertulis secara resmi. Kelompok yang memakai gaya kepemimpinan ini akan lebih produktif sebab segala sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada kecenderungan dari anggota kelompok untuk bersikap apatis.
3) Diplomatic.
Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator,artinya ia melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes dibanding pemimpin authoritarian. Ia tidak terpaku terhadap satu aturan khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu guna memanipulasi orang lain. Dengan demikian, pemimpin diplomatik terbuka dengan adanya sarana dan umpan balik yang demokratis dari anggota kelompoknya.
Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator,artinya ia melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes dibanding pemimpin authoritarian. Ia tidak terpaku terhadap satu aturan khusus dan karenanya lebih bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu guna memanipulasi orang lain. Dengan demikian, pemimpin diplomatik terbuka dengan adanya sarana dan umpan balik yang demokratis dari anggota kelompoknya.
4) Democratic.
Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.
Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para anggotanya.
5) Laissez-faire
atau group centered. Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
atau group centered. Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi, tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
Metode
Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok.
1. Kewenangan Tanpa Diskusi
Biasanya metode ini sering dilakukan oleh para pemimpin yang terkesan militer. mempunyai beberapa keuntungan jika seorang pemimpin menggunakan metode ini dalam pengambilan keputusan, yaitu cepat, maksudnya seorang pemimpin mempunyai keputusan ketika oraganisasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menentukan atau memutuskan kebijakan apa yang harus diambil. Tetapi apabila metode ini sering dipakai oleh pemimpin akan memicu rasa kurang kepercayaan para anggota organisasi tersebut terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemimpin tanpa melibatkan para anggota yang lainnya dalam perumusan pengambilan keputusan.
2. Pendapat Ahli
Kemampuan setiap orang berbeda-beda, ada yang berkemampuan dalam hal politik, pangan, tekhnologi dan lain-lain, sangat beruntung jika dalam sebuah organisasi terdapat orang ahli yang kebetulan hal tersebut sedang dalam proses untuk diambil keputusan, pendapat seorang ahli yang berkopeten dalam bidangnya tersebut juga sangart membantu untuk pengambilan keputusan dalam organisasi.
3. Kewenangan Setelah Diskusi
Metode ini hampir sama dengan metode yang pertama, tapi perbedaannya terletak pada lebih bijaknya pemimpin yang menggunakan metode ini disbanding metode yang pertama, maksudnya sang pemimpin selalu mempertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota organiasi dalam proses pengambilan keputusan. Terdapat kelemahan didalam metode ini, setiap anggota akan besaing untuk mempengaruhi pemimpin bahwa pendapatnya yang lebih perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yang ditakutkan pendapat anggota tersebut hanya mamberikan nilai positif untuk dirinya dan merugikan anggota organisasi yang lai.
4. Kesepakatan
Dalam Metode ini, sebuah keputusan akan diambil atau disetujui jika didalam proses pengambilan keputusan telah disepakati oleh semua anggota organisasi, secara transparan apa tujuan, keuntungan bagi setiap anggota sehingga semua anggota setuju dengan keputusan tersebut. Negara yang demokratis biasanya akan menggunakan metode ini. Tetapi metode seperti ini tidak dapat berguna didalam keadaan situasi dan kondisi yang mendesak atau darurat disaat sebuah organisasi dituntut cepat dalam memberikan sebuah keputusan.
Keempat metode-metode diatas ialah hasil menurut Adler dan Rodman, satu sama lainnya tidak dapat dikatakan metode satu terbaik yang digunakan dibanding metode yang lainnya, dapat dikatakan efektif jika metode yang mana yang paling cocok digunakan dalam keadaan dan situasi yang sesuai.
Biasanya metode ini sering dilakukan oleh para pemimpin yang terkesan militer. mempunyai beberapa keuntungan jika seorang pemimpin menggunakan metode ini dalam pengambilan keputusan, yaitu cepat, maksudnya seorang pemimpin mempunyai keputusan ketika oraganisasi tidak mempunyai waktu yang cukup untuk menentukan atau memutuskan kebijakan apa yang harus diambil. Tetapi apabila metode ini sering dipakai oleh pemimpin akan memicu rasa kurang kepercayaan para anggota organisasi tersebut terhadap kebijakan yang telah diambil oleh pemimpin tanpa melibatkan para anggota yang lainnya dalam perumusan pengambilan keputusan.
2. Pendapat Ahli
Kemampuan setiap orang berbeda-beda, ada yang berkemampuan dalam hal politik, pangan, tekhnologi dan lain-lain, sangat beruntung jika dalam sebuah organisasi terdapat orang ahli yang kebetulan hal tersebut sedang dalam proses untuk diambil keputusan, pendapat seorang ahli yang berkopeten dalam bidangnya tersebut juga sangart membantu untuk pengambilan keputusan dalam organisasi.
3. Kewenangan Setelah Diskusi
Metode ini hampir sama dengan metode yang pertama, tapi perbedaannya terletak pada lebih bijaknya pemimpin yang menggunakan metode ini disbanding metode yang pertama, maksudnya sang pemimpin selalu mempertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota organiasi dalam proses pengambilan keputusan. Terdapat kelemahan didalam metode ini, setiap anggota akan besaing untuk mempengaruhi pemimpin bahwa pendapatnya yang lebih perlu diperhatikan dan dipertimbangkan yang ditakutkan pendapat anggota tersebut hanya mamberikan nilai positif untuk dirinya dan merugikan anggota organisasi yang lai.
4. Kesepakatan
Dalam Metode ini, sebuah keputusan akan diambil atau disetujui jika didalam proses pengambilan keputusan telah disepakati oleh semua anggota organisasi, secara transparan apa tujuan, keuntungan bagi setiap anggota sehingga semua anggota setuju dengan keputusan tersebut. Negara yang demokratis biasanya akan menggunakan metode ini. Tetapi metode seperti ini tidak dapat berguna didalam keadaan situasi dan kondisi yang mendesak atau darurat disaat sebuah organisasi dituntut cepat dalam memberikan sebuah keputusan.
Keempat metode-metode diatas ialah hasil menurut Adler dan Rodman, satu sama lainnya tidak dapat dikatakan metode satu terbaik yang digunakan dibanding metode yang lainnya, dapat dikatakan efektif jika metode yang mana yang paling cocok digunakan dalam keadaan dan situasi yang sesuai.
Proses pengambilan keputusan dalam
organisasi ialah kumpulan yang terdiri dari beberapa orang untuk mencapai
tujuan bersama, didalam organisasi rentan terjadinya selisih pendapat begitu
juga keputusan dalam mengambil sikap, dapat diartikan cara organisasi dalam pengambilan
keputusan.